Proses cupping ronde terakhir untuk tamu undangan di Sky Nine Coffee BSD (dokumentasi: Tim Kopi Sarongge)

Mengenal Cup of Excellence (CoE)

Mengenal Cup of Excellence (CoE)

Kompetisi kopi paling bergengsi di dunia, kadang disebut Oscarnya kopi. Lomba ini meningkatkan kualitas kopi di berbagai negara.

Tahun 2021, untuk pertama kalinya Indonesia menggelar Cup of Excellence (CoE). Bahkan untuk Asia, itu yang pertama juga. Meski sudah 22 tahun lomba ini berlangsung, tapi baru pertama kali negara produsen kopi terbesar ke-4 dunia ini, menyelenggarakan CoE. Berkat SCAI (Specialty Coffee Association Indonesia), yang mengupayakan paten lomba ini, kita punya pengalaman menguji kualitas kopi dengan standar yang diterima pasar specialty.

“Kami senang dengan respon dan kualitas kopi yang ikut dari wilayah istimewa ini. Momen bersejarah untuk CoE,” tutur Darrin Daniel, Direktur Eksekutif CoE, seperti dilansir DailyCoffeeNews.

CoE diselenggarakan Alliance for Coffee Excellence (ACE) sejak 1999. Awalnya diinisiasi oleh George Howell dan Susie Spinder. Kompetisi kopi digelar di negara tertentu, untuk mencari kopi terbaik negara itu. Tahun lalu CoE digelar di 12 negara, antara lain: Brazil, Kolombia, Costa Rica, Guatemala, El Salvador, Ethiopia, Kenya. Yang terbaru: Indonesia. Penjajakan untuk CoE di Indonesia sudah dilakukan 2019, dengan percobaan di Gayo. Rencananya CoE akan digelar 2020. Tapi karena pandemi Covid-19, baru terwujud 2021.

“Dari awal dengar akan ada CoE, saya sudah tertarik,” kata William Edison, pendiri produsen mesin sangrai WE itu. Ia pernah mengikuti pelatihan cupping untuk CoE. Ada puluhan pelamar untuk jadi juri nasional CoE, tapi hanya 24 yang lolos seleksi untuk diundang tes di Bandung. Lalu dari peserta yang ikut tes itu, terplih 8 orang – termasuk William – untuk jadi juri nasional. Ditambah seorang head judge kiriman ACE, mereka ber-9 melakukan seleksi awal dari kopi-kopi petani Indonesia.

View this post on Instagram

A post shared by Twenty Milli Coffee Roastery (@20ml.coffee)

Foto: William Edison

Panitia CoE Indonesia menerima kiriman 158 sampel kopi dari petani. Setelah diuji kadar air (maksimal 12%) dan water activity (maks 0,65); sebanyak 148 sampel kopi lanjut ke babak pra-seleksi. Juri dikarantina di sebuah hotel, selama sepekan untuk mencicip seluruh kopi itu. Kopi-kopi diberi kode oleh auditor, sehingga yang dihadapi juri hanya cangkir dan nomor kodenya. Tidak seorang pun juri, dan panitia yang tahu, kopi yang sedang dicicip itu, berasal dari mana.

Head judge berperan penting dalam proses penilaian. Ia misalnya yang menentukan apakah tingkat sangrainya sudah cocok, untuk mengeluarkan rasa terbaik dari bean yang diuji. Kalau dirasa kurang cocok, head judge akan meminta roaster untuk menyangrai ulang. William ingat ada satu contoh kopi yang disangrai ulang sampai 5 kali, sebelum head judge merasa cocok. Kopi yang sudah disangrai, biasanya diistirahatkan (resting) 24 jam, sebelum dibawa ke meja juri.

“Dalam CoE semua fokus ke cangkir,” kata William. Penilaian CoE bersumber dari 2 hal dasar: sweetness dan cleanliness. Sweetness berasal dari ketepatan panen, pada tingkat gula optimal. Sedangkan cleanliness terkait dengan proses paska panen-

Proses cupping ronde terakhir untuk tamu undangan di Sky Nine Coffee BSD (dokumentasi: Tim Kopi Sarongge)
Proses cupping ronde terakhir untuk tamu undangan di Sky Nine Coffee BSD (dokumentasi: Tim Kopi Sarongge)

Pada babak nasional itu, terpilih 79 kopi yang mencapai skor di atas 86. Panitia menghubungi pemilik sampel, dan meminta kirim lot yang dijanjikan – sebagai persiapan kalau barangnya dilelang akan tersedia. Dalam tahap ini, tidak semua petani yang lolos, dapat menyediakan lot minimal 250 kg. Jadi hanya yang dapat mengirim lot kopinya, masuk dalam babak selanjutnya. Cupping lagi oleh juri, dan terpilih 36 kopi yang masuk babak internasional. Jurinya berubah, 3 dari Indonesia dan tambahan juri internasional dari USA, Australia, Korea Selatan dan Jepang. Pada tahap akhir ini, ada 4 kopi yang gugur karena ditemukan jejak phenol. Tinggal 32 kopi: 6 dinyatakan sebagai national winners (skor 86-86,99); dan 26 CoE Winners skor di atas 87. Kopi-kopi pemenang dari berbagai daerah Indonesia itu, akan dilelang online akhir Januari.

“Potensi kopi Indonesia sangat bagus. Skor bisa dinaikkan kalau persiapan cukup,” kata William. Ia melihat kelemahan kopi Indonesia terutama pada konsistensi. Hal itu antara lain disebabkan oleh: varietas yang tidak rata di kebun, pengolahan paska panen, dan sortiran yang kurang bagus.

Andi Wijaya, Koordinator CoE Indonesia, seperti dikutip DailyCoffeeNews, mengatakan kompetisi CoE ini memperkenalkan transparansi dan keterlacakan (traceability), yang akan mendukung berlanjutnya industri kopi di Indonesia. Sebanyak 120 international bidders telah mendaftar untuk ikut lelang CoE Winners, dan hasil lelang yang baik diharapkan akan menyemangati petani untuk meningkatkan kualitas kopi mereka.

***

Terkait: Kopi dari Kebun Penyangga Taman Nasional, perjalanan Kopi Sarongge untuk menjadi CoE Indonesia Winner 2021

Temukan kami di


Facebook-f


Twitter


Youtube


Instagram

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.