Kopi dari Kebun Penyangga Taman Nasional
Perjalanan beans dari panen hingga menembus CoE Winners dan siap dilelang internasional.
Cup of Excellence (CoE) mulai dibincangkan pegiat kopi Indonesia awal 2021. Pengurus SCAI (Specialty Coffee Association Indonesia) berencana menggelar kompetisi ini, pertama kali di Indonesia – bahkan pertama di Asia pada 2021. Kompetisi yang bertujuan memicu kualitas kopi specialty ini, akan mengangkat nama Indonesia di ajang kopi specialty dunia. CoE punya standar dan mekanisme yang transparan, dan hasilnya dilelang untuk peminat. Kredibilitasnya diakui. Saya berminat ikut lomba ini.
Tetapi sejak awal, sebetulnya saya punya keraguan. Sarongge termasuk pemula dalam pertanian kopi. Kebun-kebun yang dapat dikonteskan sedikit sekali. Sebagian besar kebun petani Kopi Sarongge ada dalam wilayah hutan sosial, yang ketinggiannya kurang menjanjikan untuk lomba. Mayoritas malah menanam robusta, yang tidak masuk kategori lomba CoE. Kebun yang cocok untuk lomba ini, adalah kebun di batas taman nasional Gn. Gede-Pangrango, umumnya milik petani kecil-kecil. Saya ada kebun tak sampai se-hektar di batas taman itu, terserak di beberapa titik di batas taman nasional. Kebun-kebun yang baru panen dua kali itu, jadi andalan saya untuk nekat ikut lomba CoE.
Saya menyebutnya Kebun Sarongge 1535. Untuk mengingat ketinggian ujung kebun itu: 1.535 mdpl. Letaknya persis di batas Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Tahun 2016 kebun ini masih berupa kebun sayur; ditanami sawi, bawang daun, kol atau cabai. Saya menanam Arabica varietas S-795, Andungsari dan Sigararutang, di bawah pohon penaung: nangka, alpukat, kayu manis, jeruk, juga lamtoro dan kacang babi. Lebih rimbun dari umumnya kebun kopi, karena saya sebetulnya ingin kembalikan kebun itu menjadi hutan penyangga taman nasional.
Ada dua hal dasar yang jadi perhatian CoE: sweetness dan cleanliness. Tentu dalam form juri, ada turunan yang lebih rumit tentang penilaian secangkir kopi. Tetapi saya fokus pada dua hal itu. Saya coba mengejar, mengoptimalkan rasa manis dan resik. Rasa manis kopi bersumber dari panen yang tepat waktu – ketika kadar gulanya maksimal; sedangkan resik berkaitan dengan proses paska panen yang baik – agar terhindar dari jamur selama pengeringan, dsb.
Pada Mei 2021, menjelang musim panen saya menyiapkan tambahan beberapa alat sederhana untuk proses paska panen. Yang sudah tersedia tentu saja: tempat perambangan, pulper, tempat fermentasi, ruang jemur, huller; pengukur kadar air. Kali ini saya ingin mengetahui kadar gula ketika biji kopi dipetik, untuk itu perlu refractometer. Lalu untuk mengetahui kapan fermentasi dihentikan, saya beli pengukur keasaman (pH meter). Dan di ruang jemur, saya lengkapi pengukur suhu dan kelembaban. Alat-alat tambahan ini sederhana dan mudah dibeli.
Maka pada musim panen, Juni-Agustus lalu, tiap kali ke kebun saya tak lupa membawa refractometer. Tiap mengawali petik, saya tes kadar gula kopi itu, dengan meneteskan sari buah perasan daging kopi ke kaca refractometer. Di sana terlihat angka, yang menunjukkan persentasi kadar gula. Pada kopi warna merah muda, angka terlihat sekitar 15%. Tapi pada biji kopi yang lebih tua, warna merah marun, ada yang mencapai 21%. Jadi kalau sebelumnya, kami melakukan panen petik merah; kali ini lebih spesifik merah tua lebih bagus daripada yang merah menyala. Perlu waktu sekitar 2 minggu untuk menunggu yang merah muda jadi merah hati.
Setelah memilih panen biji kopi yang merah hati, saya proses olah basah. Kali ini dengan cara dua kali fermentasi dan cuci, seperti yang biasa dilakukan petani Kenya – itu sebabnya sering disebut proses Kenyan Wash. Cara ini saya tempuh, untuk memastikan fermentasinya tuntas, dan resik. Air bersih yang melimpah di Sarongge jadi keunggulan yang ingin saya maksimalkan fungsinya. Dan, untuk memastikan fermentasinya optimal, saya mengikuti beberapa hasil riset yang menunjukkan pH 4,6 adalah titik optimal itu. Fermentasi yang pas, memudahkan sisa lendir di kulit kopi larut ketika dicuci, dan mendukung penjemuran yang resik. Sisa gula di cangkang, sering mengundang jamur yang mengganggu ketika paska panen kopi. Kami ingin cuci sampai bersih. Kalau pH terlalu rendah, kemungkinan sudah over-fermented. Jadi, berburu pH 4,6 itu yang mesti diupayakan.
Setelah kopi dikeringkan, hingga kadar air 11-12%, kami sortir manual. Dengan ketekunan tangan ibu-ibu di Kopi Sarongge — Bu Aah, Iis, Dede, Iin — memilah green beans yang bagus dan cacat. Kemudian sortiran yang sudah bagus, kami sorot dengan senter ultraviolet; memastikan biji yang cacat dipisahkan dari yang bagus.
Akhir Agustus, saya mengirim contoh 2 kg green beans ke panitia CoE di Bandung. Sebulan kemudian, ada briefing dari panitia, kalau peserta yang mengirim sample ke lomba CoE Indonesia sebanyak 158 petani dan prosesor.
Panitia memilah kopi dengan dua kriteria awal: kadar air 9,5 – 12% dan water activity maksimal 0.65. Selain cacat fisik yang minimal, sampel Kopi Sarongge kadar airnya 11%, dan water activity 0.5; jadi lolos untuk disangrai dan dicicip oleh juri nasional. Pada Oktober, saya membaca di Instagram Cup of Excellence Indonesia @cupofexcellence.indonesia) bahwa ada 79 kopi yang lolos di babak nasional ini (skor di atas 86). Panitia menghubungi lewat whatsapp, agar yang lolos menyiapkan lot untuk lelang seperti kami janjikan. Kopi Sarongge termasuk salah satu yang lolos babak nasional. Dan seperti janji di awal lomba, kami siapkan 250 kg green beans untuk persiapan lelang. Ini lot terkecil yang dimungkinkan peserta ikut lomba. Tidak boleh kurang dari 250 kg (walaupun ini berarti semua produksi Sarongge Kenyan Wash harus dikirim).
November kami kirim stock itu ke Gudang CoE di Cibinong.
Selanjutnya, kembali menunggu. Tiga juri nasional (dari 8) bergabung dengan juri internasional lain, untuk menilai babak ini. Mereka cupping lagi. Dan, terpilih 36 kopi yang masuk babak internasional. Kopi Sarongge salah satunya. Bila skor di atas 87, akan dilelang internasional. Bila 86-87 akan dilelang nasional, atau disebut National Winners. Sampai tahap ini, ternyata masih ada 4 kopi yang dinyatakan gugur, karena juri menemukan jejak phenol saat cupping terakhir. Hingga tersisa 32 kopi, 26 akan dilelang internasional dan 6 lelang nasional.
Kopi Sarongge termasuk salah satu CoE Winners yang akan dilelang internasional pada 27 Januari 2022. Skornya 87,22.
Notes dari juri internasional, secara umum kopi ini: gurih, asam segar seperti anggur putih, dan netral. Aroma/Flavour yang ditemukan antara lain: buah persik (peach), apel, melati, brown sugar. Jadi seperti apa respon para bidder, kita tunggu tanggal lelangnya.
***
Temukan kami di